Teknik Mengubah Sampah Menjadi Energi Listrik
Teknik Mengubah Sampah Menjadi Energi Listrik
Sampah
diperkotaan sudah lama menjadi masalah dari segi kebersihan maupun
gangguan terhadap keindahan kota dan kesehatan masyarakat. Pemanfaatan
sampah menjadi bahan baku untuk pembakaran air yang mendorong turbin
listrik sangat ditunggu oleh masyarakat di perkotaan. Pengusaha dapat
untung dari tipping sampah dan dari penjualan listrik ke PLN
Sebaiknya
Pemeritah Daerah dapat menunjuk lebih dari 1 (satu )pengusaha yang
bergerak mengolah sampah menjadi listrik. Pengalaman di Jakarta,
pengolahan sampah oleh satu perusahaan tidak dapat menyelesaikan
menumpuknya timbunan sampah di TPA (Tempat Pembuangan Akhir)
Bantargebang.
Teknologi pengolahan sampah ini untuk menjadi energi listrik pada prinsipnya sangat sederhana sekali yaitu:
Sampah dibakar sehingga menghasilkan panas (proses konversi thermal)Panas dari hasil pembakaran dimanfaatkan untuk mengubah air menjadi uap dengan bantuan boiler
- Proses Konversi Thermal
- Proses konversi thermal dapat dicapai melalui beberapa cara, yaitu insinerasi, pirolisa, dan gasifikasi. Insinerasi pada dasarnya ialah proses oksidasi bahan-bahan organik menjadi bahan anorganik. Prosesnya sendiri merupakan reaksi oksidasi cepat antara bahan organik dengan oksigen.
- Pembangkit listrik tenaga sampah yang banyak digunakan saat ini menggunakan proses insenerasi salah. Sampah dibongkar dari truk pengakut sampah dan diumpankan ke inserator. Di dalam inserator sampah dibakar. Panas yang dihasilkan dari hasil pembakaran digunakan untuk mengubah air menjadi uap bertekanan tinggi. Uap dari boiler langsung ke turbin. Sisa pembakaran seperti debu diproses lebih lanjut agar tidak mencemari lingkungan (truk mengangkut sisa proses pembakaran).
- Teknologi pengolahan sampah ini memang lebih menguntungkan dari pembangkit listrik lainnya. Sebagai ilustrasi: 100.000 ton sampah sebanding dengan 10.000 ton batu bara. Selain mengatasi masalah polusi bisa juga untuk menghasilkan energi berbahan bahan bakar gratis(malah dibayar oleh pemda dengan tipping fee pengurangan sampah), juga bisa menghemat devisa.
- Pemanfaatan sampah untuk tenaga listrik di beberapa negara
- Di Amerika Serikat, sekitar 2.500 MW listrik dihasilkan setiap tahunnya dari 35 juta ton sampah (17% dari total sampah yang dihasilkan). Lebih dari 80% volume sampah di Denmark dan 60% di Jepang juga diproses di fasilitas WTE. Akibat pola pikir ini pemerintah maupun masyarakat mau menangani sampah secara maksimal.
- Cara kerja ini mirip dengan sistem thermal biasa (PLTU) hanya saja sumber panas diganti dari pembakaran bahan bakar fosil menjadi dari pembakaransampah. Dengan kapasitas penerimaan 740 ton sampah per hari atau sepertiga dari sampah yang dihasilkan di Kabupaten Bandung, sebuah PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Sampah) dapat menghasilkan listrik sebesar 168.977 MWh/tahun dengan kapasitas daya 21 MW. Jumlah ini sama dengan kebutuhan rata-rata 57 ribu rumah tangga per tahun.
- Teknologi ini pun mampu mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 165.404 ton ekuivalen CO2 yang sama dengan emisi dari penggunaan 30.294 mobil bila dibandingkan energi dari PLTU batu bara.
- Pembangunan diestimasi membutuhkan lahan seluas 14 hektar, dengan biaya awal sekitar Rp 332 miliar dan biaya operasional tahunan Rp 74 miliar.
- Kapan Bisa Balik Modal Investasi Listrik dari pembakaran Sampah ?
- Bila listrik yang dihasilkan dijual ke PLN dengan tarif Rp 787,20 per kWh (diadaptasi dari nilai tarif pembelian listrik oleh PLN dari PLTU batu bara yang sedang dibangun oleh PT Bukit Asam Tbk.) maka setelah tahun ke- 4 pembangunan akan balik modal dan memiliki IRR (Internal Rate of Return) sebesar 31%. Hal ini menunjukkan manfaat yang sangat besar pula dari segi ekonomi.
- Landfill Gas
- Gas hasil dekomposisi sampah biasanya terdiri dari 50% metana dan 50% karbon dioksida. Gas metana tersebut sama dengan gas alam yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar.
- Agar gas tersebut dapat dikumpulkan dan digunakan, diperlukan lahan penimbunan yang disebut dengan engineered sanitary landfill. Jadi bukan dengan sistem penimbunan terbuka sebagaimana praktek sekarang ini di Indonesia.
- Pada bagian teratas terdapat lapisan tanah penutup yang menjaga proses anaerobik dan mencegah masuknya air hujan yang bisa menciptakan air lindi (air yang bersifat asam dan mengandung zat pencemar dari sampah).
- Konstruksi dilengkapi lapisan liner sehingga air lindi tidak merembes dan mencemari air tanah. Pengumpulan dilakukan dengan sumur vertikal yang dihubungkan dengan pipa yang dalamnya hampa. Gas digunakan sebagai bahan bakar mesin genset untuk menghasilkan listrik. Namun sebelumnya, gas perlu dikeringkan dan dibersihkan dari partikel agar mesin tidak cepat rusak.
- Lahan yang diperlukan seluas 45 hektar. Listrik yang mampu dihasilkan sebesar 48.000 MWh dalam setahun dengan kapasitas daya 6 MW. Terlihat bahwa alternatif ini membutuhkan lahan tiga kali lebih luas dan hanya menghasilkan seperempat jumlah listrik dari insinerasi sampah.
- Keunggulan landfill berada di faktor emisi dan ekonomi. Dibandingkan dengan PLTU batubara, untuk sejumlah listrik yang sama, emisinya lebih rendah 358.477,5 ton CO2 atau sama dengan mengurangi penggunaan 65.655 mobil.
- Kapan bisa Balik Modal dengan produk gas dari landfill ?
- Jumlah ini jauh lebih besar daripada alternatif insinerasi. Biaya pembangunan hanya Rp143 miliar atau kurang setengah dari biaya insinerasi dan biaya operasional juga lebih murah yaitu Rp 25 miliar. Lama periode balik modal 4 tahun, dengan nilai IRR 28.6%.
- Apabila pemerintah berencana menerapkan alternatif ini maka tidak akan ada hambatan yang timbul dari kecemasan masyarakat tentang polusi udara.Realisasi pembangunan insinerator sampah selalu diikuti protes dari masyarakat terkait kekhawatiran akan zat berbahaya seperti Dioxin dan Furan. Hal inilah yang menghambat pembangunan PLTSa Gedebage (Bandung) yang sudah direncanakan sejak 2008.
- Peningkatan Kualitas Hidup dan Martabat Masyarakat
- Dengan memandang sampah sebagai sumber daya (energi), secara alamiah kepedulian dan perhatian khusus terkait penanganan sampah akan muncul dari pemerintah dan masyarakat.
- Pertama-tama akan ada penciptaan lapangan pekerjaan yang diikuti oleh peningkatan derajat profesi pengelolaan sampah. Pengumpulan sampah dan segregasi sampah akan bisa dilakukan secara maksimal.
- Tidak ada lagi sampah yang berserakan, membuat kota lebih indah dan kehidupan lebih sehat. Sampah ditanggulangi secara tuntas sehingga tidak ada lagi penimbunan terbuka yang mengancam warga bagaikan bom waktu. Dan yang terpenting pula, berkurangnya kerusakan lingkungan.
- Penerapan teknologi akan dikembalikan pada cara pandang kita terhadap masalah. Bila tidak ada perubahan dalam sikap dan cara pandang kita, tentunya peningkatan kualitas hidup dan martabat tidak bisa terjadi. Untuk itu, apakah kita sudah berani untuk memandang sampah sebagai sumber daya?
- PD Kebersihan Kotamadya Bandung dalam pemaparan ke DPRD menyatakan : dalam kontrak awal bersama pemenang lelang pengadaan PLTSa oleh PT Bandung Raya Indah Lestari (BRIL) muncul nilai untuk tipping fee PLTSa
- mencapai Rp 350 ribu per ton sehingga biaya yang harus dikeluarkan untuk jasa pengolahan (tipping fee) sebesar Rp 88 miliar per tahun atau Rp 245-350 juta per hari. Hal ini menuai protes karena memberatkan APBD daerah.
- Sebagai perbandingan tipping fee penghapusan sampah di Benowo Kota Surabaya sebesar Rp 119.000/ton kurang dari setengah tipping fee dari Kota Bandung. Hal ini juga mendapat protes karena kenyataan di lapangan, perusahaan hanya membuat terasering sampah tanpa memusnahkannya,sedangkan anggaran naik terus tiap tahun.
- Berdasarkan perhitungan BEP diatas, seharusnya setelah 5 tahun dana tipping fee untuk perusahaan bisa dikurangi karena penjualan produksi listrik dari pembakaran sampah telah berjalan lancar.
0 comments:
Post a Comment